Diperlukan Etika dalam Bermedia Digital, Jangan Rugikan Orang Lain

Diperlukan Etika dalam Bermedia Digital, Jangan Rugikan Orang Lain

PENGAWALPERSADA.COM, Jakarta – Anggota Komisi I DPR RI, Subarna, mengingatkan kepada siapapun agar selalu menggunakan etika dalam bermedia sosial di era digital. Menurutnya, etika diperlukan agar orang lain tidak merasa dirugikan dengan keberadaan kita di ruang digital tersebut.

Subarna menyampaikan hal itu saat menjadi narasumber dalam Seminar Merajut Nusantara yang digelar Kementerian Kominfo bekerja sama dengan Komisi I DPR RI dengan tema “Etis Bermedia Digital”, Jumat (9/6/2023).

“Etika adalah tata cara pergaulan aturan perilaku manusia yang bertujuan untuk tata cara bergaul antar masyarakat. Yang ditujukan agar antar beberapa pihak tidak dirugikan kepentingannya,” kata

Subarna mengatakan, manusia adalah makhluk sosial yang tidak bisa hidup tanpa bantuan orang lain. Sehingga, antar manusia harus mampu bersosialisasi dengan berdasarkan etika agar terciptanya hubungan yang baik.

“Di masa sekarang di mana telah masuk era digital, etika digital pun diperlukan dengan cara seperti tidak mencela orang lain ketika berbicara, dengarkan sampai berhenti berbicara baru menanggapi, jangan bermain ponsel pada saat berbicara dengan orang lain, selalu menghargai pendapat orang lain walau berbeda sudut pandang dan selalu mengucapkan terima kasih ketika sudah mendapatkan bantuan dari orang lain,” ujarnya.

Ia menilai, hal ini perlu dipertegas kembali ketika kita menghadapi permasalahan dalam bertransaksi elektronik dan informasi elektronik. Salah satu contoh adalah Pasal 40 UU ITE yang berkaitan dengan situs yang melanggar hukum.

“Tentunya hal ini kembali ke pribadi masing-masing orang di mana bagaimana cara kita menempatkan dengan bijak niat dan keinginan kita dalam bersosial media,” katanya.

Narasumber lainnya, pakar hukum Auliya Khsanofa, mengatakan, penetapan etika digital bersifat mempertahankan kenyamanan yang diberikan melalui penggunaan teknologi digital. Salah satu contoh tindakan netiket adalah jangan mengungkapkan data pribadi ke orang yang belum dipercaya.

“Termasuk di dalamnya mengunggah konten yang berpotensi menimbulkan bullying dan mengunggah data pribadi ke publik, jangan memfoto orang dan mengunggah ke media sosial tanpa izin dan jangan mengunggah screenshoot percakapan tanpa izin,” kata Auliya.

Menurut Auliya, peran masyarakat yang diharapkan adalah menahan diri untuk langsung mengkonfrontir secara terbuka pembawa pesan atau turut membagikan saat menerima informasi yang diragukan kebenarannya. Informasi tersebut bisa saja justru disampaikan oleh orang dekat maupun orang yang kita hormati, walaupun orang itu bukan ahli pada bidang terkait isu dalam informasinya.

“Keadaan sebaliknya juga dapat terjadi yaitu ketika informasi yang disampaikan oleh orang yang kita benci padahal ia berkompetisi atau menyampaikan informasi dengan benar. Mendebat tanpa terlebih dahulu membekali diri dengan memahami isu dan faktanya rentan berujung debat kusir yang tidak jelas,” ujarnya.

Sementara, Ketua Dewan Pakar ISKI, Yuliandre Darwis, mengatakan, dalam kehidupan bersosial di mana microsoft merilis bahwa Indonesia menduduki peringkat 4 negara paling tidak sopan se-Asia Tenggara. Dalam riset lain disebutkan juga jika orang Indonesia termasuk screentime selama 5 jam sehari-hari.

“Indonesia adalah peringkat pertama di mana penduduknya betah screen time sehingga seharusnya menjadi hal yang produktif malah menjadi hal yang negatif seperti menyebar hoax, fake news, hatters, doom scrolling. Penggunaan internet yang masih masif membuat pemanfaatannya menjadi berangkat, aktivitas yang paling umum adalah bersosialisasi dengan menggunakan pesan singkat, mencari informasi dan menggunakan sosial media,” katanya.@

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *